Keberhasilan pembangunan pariwisata menuntut adanya keterlibatan seluruh pemangku kepentingan. Di samping adanya keterlibatan dari akademisi, pemerintah, kelompok usaha pariwisata, dan lembaga swadaya masyarakat, masyarakat itu sendiri harus turut berperan di dalam pembangunan pariwisata dan kegiatan kepariwisataan di suatu wilayah.
Pembangunan dan kegiatan kepariwisataan harus disesuaikan dengan kearifan lokal masyarakat dan harus ada perolehan kemanfaatan untuk masyarakat karena sejatinya masyarakat merupakan ‘pemilik’ sekaligus tuan rumah dari destinasi wisata.
Namun, seringkali terdapat masalah klasik berupa masalah permodalan, kurangnya informasi, penguasaan, pengetahuan, dan keterampilan dalam pariwisata yang menghambat keterlibatan masyarakat menjadi tuan rumah yang baik. Seringkali masyarakat juga hanya ditempatkan sebagai ‘pekerja’, bukan ‘pemilik’.
Untuk itu, dapat dikatakan bahwa dalam membangun pariwisata, masyarakat harus ditempatkan sebagai subjek, bukan objek. Masyarakat diharap memiliki kesempatan yang luas untuk turut andil dalam merencanakan, mengelola, mengevaluasi pembangunan atau kegiatan kepariwisataan yang ada di wilayahnya sehingga dapat merasakan manfaat optimal dari adanya pariwisata [1].

Penerapan konsep dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat dalam pembangunan pariwisata dapat dilakukan, tetapi bagaimana konsep tersebut diterapkan secara optimal sehingga masyarakat dapat memperoleh manfaat?
Pada webinar seri tiga belas ini, Desa Wisata Institute menghadirkan Githa Anathasia selaku pengelola Kampung Wisata Arborek di Raja Ampat dan Ni Made Gandhi Sanjiwani selaku pengelola Desa Wisata Sayan di Kabupaten Gianyar. Kedua narasumber akan membahas bagaimana proses “Membangun Pariwisata Bersama Masyarakat”.
Bagi Anda yang berminat mengikuti kelas webinar ini, silakan mendaftar melalui laman di bawah ini.
[1] Ardika, I Gede. 2018. Kepariwisataan Berkelanjutan: Rintis Jalan Lewat Komunitas. Jakarta: Penerbit Buku Kompas