pengembangan desa wisata melihat OPK
Artikel

Inventarisasi Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK): Gagasan Strategis Menuju Pariwisata Budaya Berkelanjutan

Pariwisata budaya makin berkembang, membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal. Namun, dibalik maraknya wisata budaya, muncul tantangan besar, ‘bagaimana memastikan warisan budaya tetap lestari di tengah modernisasi?’ Inventarisasi Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) adalah salah satu solusi strategis yang memungkinkan dokumentasi, pelestarian, dan pengelolaan budaya secara lebih sistematis dan berkelanjutan. 

Apa itu Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) ?

Menurut UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, OPK didefinisikan sebagai unsur kebudayaan yang menjadi sasaran utama dalam pemajuan kebudayaan. OPK meliputi tradisi lisan, yakni manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional.

Mengapa Inventarisasi OPK Penting?

Indonesia disebut sebagai negara adidaya dalam kebudayaan oleh UNESCO (Antaranews, 2017). Dengan demikian, sudah sepantasnya kekayaan diversitas budaya di Indonesia dibarengi dengan upaya pembangunan kebudayaan yang optimal. Sayangnya, masih banyak warisan budaya Indonesia yang belum terdokumentasikan. Padahal, inventarisasi menjadi penting dalam meningkatkan kontinuitas warisan budaya kepada generasi-generasi selanjutnya.

Menurut data Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) 2023, Indonesia baru mencapai skor 57.13 (Kemendikbud, 2023). IPK disusun sebagai salah satu instrumen untuk memberikan gambaran kemajuan pembangunan kebudayaan di Indonesia. IPK dinilai berdasarkan tujuh dimensi meliputi ekonomi budaya, pendidikan, ketahanan sosial budaya, warisan budaya, ekspresi budaya, budaya literasi, dan gender. Dalam dimensi warisan budaya, Indonesia baru mencapai skor 51.54, hal ini menunjukkan masih rendahnya upaya inventarisasi OPK dan cagar budaya.

Budaya seringkali juga identik dengan seni, adat istiadat, dan bahasa. Padahal, pengetahuan masyarakat lokal dalam kebiasaan dan perilaku terhadap alam semesta juga merupakan unsur budaya yang penting untuk dilestarikan. Dalam banyak kasus, metode dan pengetahuan tradisional warisan leluhur cenderung masih relevan dengan era saat ini. Namun, unsur budaya seperti ini cukup rentan mengalami degradasi dan kepunahan. Oleh karena itu, inventarisasi OPK menjadi isu strategis dalam meningkatkan transmisi pengetahuan kebudayaan antargenerasi. 

Penguatan OPK dalam pariwisata dan budaya
Masyarakat adat suku Moi di Kampung Adat Malasigi, Papua Barat Daya saat menyambut wisatawan. (Dokumentasi: Hannif Andy, 2024)

Tren Pariwisata Budaya

Industri pariwisata di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kunjungan wisatawan mancanegara tercatat meningkat 24,85% pada April 2024 dari bulan yang sama pada tahun 2023 (BPS, 2024). Setelah pandemi Covid-19, tren wisata budaya semakin diminati. Wisatawan semakin tertarik untuk mempelajari budaya, sejarah, dan tradisi lokal saat mereka bepergian. Hal ini memungkinkan intensitas interaksi lintas budaya dan lintas negara berlangsung signifikan. 

Di Indonesia, salah satu program unggulan Kementerian Pariwisata adalah desa wisata. Hingga saat ini, telah terjaring 6.016 desa wisata yang tersebar dari Sabang sampai Merauke (Jadesta, 2024). Kehadiran desa wisata memungkinkan wisatawan merasakan, mempelajari, dan mendokumentasikan kebersamaannya dalam berinteraksi dengan budaya masyarakat lokal. Bahkan, tidak jarang banyak desa wisata yang menyesuaikan intensitas pelaksanaan acara adat tertentu agar dapat dinikmati wisatawan yang berkunjung. 

Peningkatan tren pariwisata berbasis budaya perlu direspon dengan upaya strategis dalam menjaga otentisitas dan keberlanjutan dari budaya lokal. Budaya perlu dipahami sebagai sebuah aset yang perlu dijaga kelestariannya hingga ke generasi-generasi selanjutnya. Dalam konteks desa wisata, kesempatan untuk mengenalkan warisan budaya terbuka luas, tetapi perlu diimbangi dengan pedoman yang sistematis dan terarah. 

penguatan OPK dalam pariwisata
Pendampingan Desa Wisata Institute di Kampung Adat Prai Ijing, Sumba Barat untuk topik teknik interpretasi situs budaya. (Dokumentasi: Hannif, 2024)

OPK Sebagai Instrumen Pengelolaan Pariwisata Budaya Berkelanjutan

Di era Society 5.0, teknologi canggih dapat dimanfaatkan untuk mendokumentasikan, melestarikan, dan mempromosikan warisan budaya secara digital, serta memastikan keberlanjutannya bagi generasi mendatang. Lalu, mengapa inventarisasi Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) dapat menjadi sebuah gagasan strategis dalam pengelolaan pariwisata budaya berkelanjutan di era Society 5.0?

1. Kearifan lokal yang lengkap 

    Bidang-bidang OPK menurut UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan adalah instrumen inventarisasi kebudayaan yang lengkap. Hal ini memungkinkan masyarakat lokal tidak hanya mendokumentasikan bidang-bidang fisik seperti manuskrip, tetapi juga bidang-bidang yang bersifat nonfisik seperti pengetahuan tradisional. 

    2. Wujud kepemilikan budaya 

      Inventarisasi memungkinkan masyarakat memiliki rasa kepemilikan yang kuat terhadap budaya mereka. Melalui kemampuan inventarisasi yang baik, masyarakat dapat menggali dan menguatkan local wisdom mereka melalui identifikasi bidang-bidang OPK yang ada. 

      3. Mencegah degradasi budaya

        Tanpa dokumentasi yang jelas, esensi asli budaya bisa hilang. Inventarisasi OPK membantu memastikan setiap budaya tetap mempertahankan unsur autentinya. Sebaliknya, tanpa adanya  inventarisasi yang baik, budaya dapat dengan mudah mengalami disrupsi terhadap budaya luar. 

        4. Landasan transmisi pengetahuan Budaya

          Era society 5.0 memungkinkan seluruh data dapat didokumentasikan dan diinventarisasikan dalam database digital. Teknologi saat ini memungkinkan dokumentasi dalam bentuk database digital, museum virtual, atau augmented reality yang dapat diakses secara luas. Hal ini dapat mempermudah proses transmisi pengetahuan budaya lintas generasi. 

          5. Wujud sustainable cultural development

            Data inventarisasi OPK dapat digunakan untuk merancang strategi wisata budaya keberlanjutan. Salah satunya adalah aktivitas wisata berbasis living culture dengan fokus terhadap keseharian masyarakat lokal dalam menjalankan warisan leluhur. 

            6. Menjaga citra dan daya saing pariwisata Indonesia

              Salah satu indikator utama dalam Travel and Tourism Destination Index (TTDI) adalah sumber daya kebudayaan. Melalui pengelolaan budaya yang baik, indeks TTDI di Indonesia dapat terus meningkat. 

              Tantangan dalam Inventarisasi OPK

              Meskipun penting, proses inventarisasi OPK di Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan, seperti:

              1. Kurangnya pemahaman kebudayaan 

                Tidak semua komunitas memahami sepuluh bidang OPK dan subbidangnya. Bahkan, banyak bidang-bidang OPK yang jarang menjadi concern sebagai sebuah bagian dari kebudayaan. 

                2. Terbatasnya sumber daya

                  Inventarisasi membutuhkan tenaga ahli, pendanaan, dan teknologi. Tidak semua daerah memiliki kapasitas untuk melakukan ini secara mandiri. 

                  3. Ancaman globalisasi dan komodifikasi budaya

                    Beberapa budaya mengalami pergeseran nilai karena ditampilkan hanya sebagai atraksi wisata tanpa upaya pelestarian yang serius.

                    Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat dalam proses inventarisasi berbasis partisipatif. Dengan demikian, hasil inventarisasi OPK dapat lebih akurat dan otentik. 

                    Penguatan OPK pada desa wisata
                    Penenun yang masih menggukan ATBM atau alat tenun bukan mesin di Kampung Megalith Bena, Kabupaten Ngada, NTT. (Dokumentasi: Hannif, 2024)

                    Kesimpulan

                    Indonesia adalah negara yang kaya akan warisan budaya. Inventarisasi OPK bukan sekadar gagasan semata, tetapi menjadi strategi krusial dalam mempertahankan identitas budaya di tengah dinamika modernitas dan perkembangan arus pariwisata.

                    Implementasi inventarisasi yang komprehensif memungkinkan pengembangan wisata budaya yang berkelanjutan, menyeimbangkan manfaat ekonomi, dan menjaga transmisi pengetahuan budaya untuk generasi mendatang. Oleh karena itu, kolaborasi aktif dan sinergis dari berbagai pemangku kepentingan menjadi esensial dalam mengakselerasi proses inventarisasi ini. Inventarisasi memastikan bahwa budaya tidak sekadar menjadi komoditas wisata, melainkan tetap terintegrasi secara organik dalam kehidupan bermasyarakat.

                    Referensi: 

                    Ditulis oleh:
                    Ferdian Dwi Saputra
                    Mahasiswa Program Magang MBKM UGM Batch III

                    Leave A Comment

                    Your Comment
                    All comments are held for moderation.