Desa Wisata Institute
Tantangan Masyarakat Baduy
Artikel

Tantangan Pendampingan Kepariwisataan di Masyarakat Baduy

Masyarakat Baduy, di Desa Kanekes, Banten dikenal sebagai komunitas adat yang masih berpegang teguh pada adat. Untuk itu, pengalaman Desa Wisata Institute dalam menjalankan program pendampingan masyarakat adat membutuhkan keuletan dan kesabaran guna mengenalkan unsur-unsur baru kepada masyarakat setempat terkait kepariwisataan menarik disajikan.

Desa Wisata Institute selalu berupaya memberikan penghormatan kepada budaya lokal dalam setiap kegiatan pendampingan. Namun, nyatanya proses pendampingan tidaklah dapat dikerjakan secara instan. Selama satu semester yang dilalui Desa Wisata Institute belum menjamin pengelolaan Saba Budaya Baduy lebih berdaulat.

Banyak tantangan dalam pembinaan dan pendampingan desa wisata yang ditemui. Masyarakat di Baduy hidup dalam kerangka norma dan aturan adat yang ketat. Kehidupan mereka, mulai dari interaksi sosial hingga kegiatan sehari-hari, terpaut dengan nilai-nilai dan norma adat yang telah turun temurun.

Hal ini menciptakan suatu dinamika unik di mana setiap upaya pendampingan harus mempertimbangkan dan menghormati konteks sosial-budaya setempat. Dalam prosesnya, tak jarang Desa Wisata Institute menghadapi berbagai hambatan yang memerlukan solusi bijak. Salah satunya adalah terkait komunikasi.

Pihak Desa Wisata Institute yang ditunjuk sebagai mitra pendampingan dalam program pembinaan Desa Mitra BCA perlu memastikan bahan atau berbagai pesan yang disampaikan secara jelas, serta dapat dipahami. Hambatan lainnya, masalah padatnya kegiatan adat yang berlangsung di Baduy. Misalnya saja, adanya ritual ngaseug yang tidak boleh ditinggalkan.

Dalam kondisi ini, Desa Wisata Institute harus senantiasa memahami dan menghormati tradisi serta adat istiadat Baduy. Selain itu, tampaknya pelibatan kelompok perempuan tidak dapat ditonjolkan. Peran perempuan banyak berurusan dengan urusan domestik sehingga rata-rata peserta yang terlibat dalam aktivitas penguatan kapasitas SDM Kelompok Pelestari Saba Budaya Baduy adalah didominasi laki-laki.

Di sisi lain, masyarakat bersama adat memilih memosisikan diri sebagai pemelihara budaya dengan mengedepankan konsep “Saba Budaya”. Hal ini menandakan komitmen mereka untuk memastikan bahwa interaksi dengan dunia luar tidak akan mengorbankan integritas, termasuk juga nilai-nilai kearifan yang sudah berjalan sejak turun temurun.

Sebagai contoh, masyarakat memilih menggunakan istilah “imah” untuk mengganti kata homestay. Masuknya aktivitas wisata di Baduy setidaknya direspon baik oleh masyarakat. Namun, dengan tetap memperhatikan kode etik dan tatanan adat yang berlaku di lingkungan masyarakat. Kondisi ini mendorong masyarakat Baduy untuk bisa beradaptasi dengan modernitas, tetapi tetap menjaga nilai autentik dan esensi hidup mereka.

Baca juga: Kilas Balik dan Refleksi Pendampingan Desa Saba Budaya Baduy

Dalam proses pendampingan Saba Budaya Baduy yang dijalankan tidak semata tentang pengenalan atau upaya keberhasilan dalam implementasi program. Juga bukan mendorong masyarakat untuk menjadi tuan rumah yang baik. Justru, tantangan terbesarnya bagaimana memadukan modernitas dengan tradisi.

Dalam satu kasus misalnya, membantu masyarakat Baduy untuk memperoleh perbaikan infrastruktur, nyatanya tidak semudah membalik tangan. Hal ini memerlukan pendekatan yang penuh kehati-hatian agar tidak mengganggu keseimbangan sosial dan budaya.

Proses pembinaan dan pendampingan yang dilakukan Desa Wisata Institute melahirkan banyak refleksi mendalam. Belum lagi di tengah tingginya pergerakan wisatawan yang masuk-keluar Baduy (luar-dalam), menjadi tantangan masyarakat dalam menghadapi overtourism.

Meski telah terbentuk Kelompok Pelestari Budaya Baduy sebagai kelompok yang akan mengelola kegiatan kepariwisataan, pengambilan keputusan dalam pembuatan kebijakan tidak bisa dilakukan sembarangan, terlebih dilakukan dalam waktu singkat. Mengomunikasikannya kepada pemuka adat, sampai saat ini masih menjadi tantangan.

Artikel lengkapnya dapat diakses di: http://jurnal.ampta.ac.id/index.php/JAP/article/view/616

Ditulis oleh: Destha Titi Raharjana dan Lalu Abdul Azuz
Disunting oleh: Hannif Andy Al Anshori

Leave A Comment

Your Comment
All comments are held for moderation.