Pariwisata dan perempuan
Artikel, Tourism Unlocked

Perempuan Penjaga Budaya dan Penggerak Ekonomi di Kampung Adat Prai Ijing

Kampung Adat Prai Ijing yang terletak di Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, merupakan salah satu representasi nyata dari harmoni antara budaya, alam, dan masyarakat. Sebagai destinasi wisata berbasis budaya, Kampung Adat Prai Ijing ini menawarkan lebih dari rumah adat berarsitektur unik, tetapi juga kearifan lokal yang kaya nilai-nilai kehidupan. 

Di balik setiap ritual, tenun, dan tradisi yang masih terjaga, tersimpan peran besar perempuan sebagai penjaga warisan leluhur sekaligus penggerak ekonomi masyarakat. Peran mereka tidak hanya krusial dalam pelestarian budaya, tetapi juga dalam memastikan pariwisata berjalan secara berkelanjutan dan inklusif.

Perempuan dan Perannya dalam Pelestarian Budaya

Perempuan di Kampung Adat Prai Ijing memainkan peran yang sangat sentral dalam kehidupan adat dan sosial. Dalam konteks budaya Sumba, mereka bukan hanya simbol pengasuh keluarga, tetapi juga penjaga nilai-nilai tradisional yang diwariskan secara turun-temurun. Salah satu kontribusi paling menonjol adalah dalam seni tenun ikat Sumba, yang tidak hanya bernilai estetika tinggi, tetapi juga memuat makna filosofis yang mendalam.

Tenun yang mereka hasilkan bukan sekadar karya seni, tetapi juga menjadi representasi identitas budaya. Proses pembuatannya yang kompleks dan dilakukan secara manual menjadikan setiap helai kain ikat memiliki nilai tinggi dan diminati pasar pencinta wastra. Dalam konteks ini, perempuan turut berkontribusi dalam mempertahankan dan mempromosikan warisan budaya melalui karya yang dapat diakses oleh wisatawan.

Dalam berbagai upacara adat seperti Wulla Poddu, yakni sebuah tradisi tahunan kepercayaan Marapu di bulan Oktober, perempuan memainkan peran sebagai penyelenggara ritual, penyedia hidangan tradisional, serta penyeimbang relasi antara manusia, alam, dan leluhur. Peran ini memperlihatkan bahwa perempuan bukan hanya pelengkap, melainkan fondasi dari kelestarian budaya lokal.

Perempuan Sumba dan Pariwisata
Kegiatan pendampingan desa wisata yang diselenggarakan oleh Desa Wisata Institute di Kampung Adat Prai Ijing. Mayoritas peserta yang ingin ikut berperan dalam kegiatan ini adalah perempuan. (Dokumentasi: Hannif, 2025)

Perempuan Sebagai Aktor Ekonomi Pariwisata Berbasis Masyarakat

Dengan meningkatnya kunjungan wisatawan ke Kampung Adat Prai Ijing, muncul dinamika baru dalam struktur ekonomi masyarakat. Perempuan memanfaatkan peluang ini dengan terlibat aktif dalam berbagai sektor pariwisata. Mereka mengelola usaha kecil seperti menjual tenun, menyediakan makanan untuk wisatawan, menjadikan rumahnya sebagai homestay, penyewaan pakaian adat, hingga jasa pemandu wisata lokal. Bahkan, banyak dari mereka yang terlibat sebagai pengelola desa wisata. 

Konsep pariwisata berbasis masyarakat (community-based tourism atau CBT) sebagaimana dikemukakan oleh Murphy (1985) dalam bukunya Tourism: A Community Approach, menekankan pentingnya keterlibatan aktif masyarakat lokal dalam seluruh aspek pengembangan pariwisata. Dalam konteks ini, peran perempuan di Kampung Adat Prai Ijing sangat relevan.

Penelitian oleh Scheyvens (2000) juga menyoroti pentingnya empowerment dalam pariwisata, di mana pemberdayaan perempuan dalam sektor ini dapat meningkatkan kepercayaan diri, pendapatan ekonomi keluarga, dan partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan komunitas. Hal ini dapat diamati di Kampung Adat Prai Ijing, di mana perempuan mulai memiliki suara dalam pertemuan desa dan pengambilan keputusan menyangkut pembangunan pariwisata.

Menuju Pariwisata yang Berkelanjutan dan Inklusif 

Pariwisata yang berkembang tanpa mempertimbangkan aspek keberlanjutan dapat berdampak buruk terhadap lingkungan, budaya lokal, dan struktur sosial masyarakat. Oleh karena itu, integrasi prinsip pariwisata berkelanjutan sangat penting, terutama yang menempatkan perempuan sebagai subjek, bukan sekadar objek pembangunan.

Menurut UNWTO (2019), pariwisata berkelanjutan harus mencakup tiga pilar utama: ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan. Dalam hal ini, pelibatan perempuan dalam pengelolaan wisata di Kampung Adat Prai Ijing mendukung ketiga aspek tersebut. 

Secara ekonomi, mereka membantu meningkatkan pendapatan keluarga dan komunitas. Dari sisi sosial-budaya, mereka berperan dalam pelestarian tradisi. Sementara dalam aspek lingkungan, mereka turut mengedukasi wisatawan tentang pentingnya menjaga kelestarian budaya sekitar kampung adat.

Sementara jika dilihat melalui pendekatan gender dalam pariwisata, umumnya industri ini sering kali masih didominasi oleh laki-laki dalam posisi kepemimpinan, sementara perempuan cenderung berada pada sektor informal dan kurang mendapatkan akses terhadap pelatihan atau modal. 

Namun, berbeda dengan kondisi saat ini di Kampung Adat Prai Ijing, di mana perempuan banyak mendapat ruang dan kesempatan untuk ikut berkontribusi secara langsung, baik dalam membuat perencananan, maupun mengambil keputusan. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa setidaknya ekosistem pariwisata di Kampung Adat Prai Ijing telah memberikan ruang setara bagi perempuan.

Tantangan dan Harapan di Masa Depan

Meskipun perempuan di Kampung Adat Prai Ijing telah menunjukkan peran penting dalam pengembangan pariwisata, masih banyak tantangan yang mereka hadapi. Keterbatasan akses terhadap pelatihan kewirausahaan, serta keterlibatan dalam struktur kelembagaan pariwisata di level yang lebih tinggi menjadi isu strategis untuk dibahas lebih lanjut. Misalnya saja, salah satu tantangan yang masih dihadapi perempuan di Kampung Adat Prai Ijing adalah kecenderungan untuk menikah dan mengikuti suami mereka ke tempat yang lebih jauh. Tradisi ini sering kali membatasi peran perempuan dalam pengelolaan pariwisata dan keberlanjutan ekonomi lokal.

Untuk menjawab tantangan tersebut, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan pelaku pariwisata untuk menyediakan program pemberdayaan yang menyasar perempuan secara khusus. Pelatihan keterampilan, akses ke pasar yang lebih luas, serta penguatan posisi tawar perempuan dalam struktur pengelolaan desa wisata akan membuka lebih banyak peluang bagi mereka.

Kampung Adat Prai Ijing bukan hanya destinasi wisata budaya yang memesona, tetapi juga menjadi cermin dari bagaimana perempuan dapat memainkan peran sentral dalam menjaga tradisi dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Dengan pendekatan pariwisata berbasis masyarakat, Kampung Adat Prai Ijing dapat menjadi contoh praktik terbaik bagi pengembangan pariwisata desa di Indonesia.

Memberikan ruang dan apresiasi terhadap kontribusi perempuan bukan sekadar tindakan afirmatif, melainkan langkah strategis menuju sistem pariwisata yang inklusif. Masa depan pariwisata Indonesia, terlebih di daerah-daerah adat, akan sangat bergantung pada bagaimana kita menghargai peran perempuan sebagai pelaku utama perubahan.

Ditulis oleh:
Alfi Turni Aji S.
Mahasiswa Program Magang MBKM UGM Batch III

Penyunting:
Hannif Andy Al Anshori

Referensi: 

Leave A Comment

Your Comment
All comments are held for moderation.